Jumat, 14 September 2012

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

A. Pengertian Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg ataulebih. (Barbara Hearrison 1997). Menurut WHO, di dalam guidelines terakhir tahun 1999, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan bila lebih dari 140/90 mmHG dinyatakan sebagai hipertensi; dan di antara nilai tsb disebut sebagai normal-tinggi. (batasan tersebut diperuntukkan bagi individu dewasa diatas 18 tahun). B. Etiologi Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi: o Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport Na. o Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkantekanan darah meningkat. o Stress Lingkungan. o Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua sertapelabaran pembuluh darah. Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu: 1) Hipertensi Esensial (Primer) Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder. 2) Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial. C. Patofisiologi Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diteruskan ke seljugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Danapabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkanretensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanandarah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung. Pohon masalah D. Manifestasi Klinik Manifestasi klinis pada klien dengan Hipertensi adalah Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg ,Salah satu tanda dan gejala yang ditemukan hipertensi adalah peningkatan tekanan darah. Gejala yang sering ditemukan : 1. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg 2. Sakit kepala 3. Epistaksis 4. Pusing / migrain 5. Rasa berat ditengkuk 6. Sukar tidur 7. Mata berkunang kunang 8. Lemah dan lelah 9. Muka pucat 10. Suhu tubuh rendah E. Komplikasi Komplikasi dari hipertensi, yaitu : 1. Pada ginjal dapat menyebabkan gangguan struktur penyaring ginjal dimana penderita dapat mengalami cuci darah. 2. Pada Jantung dapat mengakibatkan pembesaran dinding vertical jantung yang akan menggangu pompa jantung sehingga jantung tidak dapat bekerja optimal akan mengakibatkan gagal jantung seumur hidup. 3. Pada otak penderita hipertensi akan mengalami gangguan berupa sumbatan atau pendarahan otak yang dapat mengakibatkan penderita meninggal. 4. Kerusakan pada masa yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan sampai kebutaan, dan 5. Stroke Pola hidup sehat yang harus dilakukan untuk pencegahan hipertensi 1) Monitoring , mengukur tekanan darah secara berkala 2) Konsumsi makanan sehat, makanan yang alami 3) Minum air putih 4) Konsumsi sayuran dan buah 5) Minum susu 6) Berolahraga. Adapun hal –hal yang harus diperhatikan untuk mencegah komplikasi hipertensi adalah: 1) Memeriksa tekanan darah secara rutin 2) Mengkonsumsi obat secara rutin 3) Berolah raga.( A – C ) F. Penatalaksanaan Medis Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu: 1. Pengobatan non obat (non farmakologis) Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik. Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah : 1) Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh 2) Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis. a) Ciptakan keadaan rileks Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. b) Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu. c) Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol 2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis) Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter. a) Diuretik Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid. b) Penghambat Simpatetik Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin. c) Betabloker Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati. d) Vasodilator Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing. e) Penghambat ensim konversi Angiotensin Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas. f) Antagonis kalsium Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah. g) Penghambat Reseptor Angiotensin II Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan. G. Penatalaksanaan Keperawatan Pengkajian a. Aktivitas/ Istirahat o Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton. o Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea. b. Sirkulasi o Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi. o Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda. c. Integritas Ego o Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan. o Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara. d. Eliminasi o Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit ginjal pada masa yang lalu). e. Makanan/cairan o Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic. o Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria. f. Neurosensori o Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis). o Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan. g. Nyeri/ ketidaknyaman o Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakitkepala. h. Pernafasan o Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok. o Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas tambahan (krakties/mengi), sianosis. i. Keamanan o Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural. Diagnosa yang muncul 1) IntoleransiAktivitasberhubungandengankelemahanumum Tujuan (NOC): Klien mentoleransikan aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan, penghematan energi, dan perawatan diri, aktivitas kehidupan sehari-hari (AKSI). Kriteria evaluasi: 1. Mengidentifikasikan aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas. 2. Berpertisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan yang memadai pada denyut jantung. 3. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan okisigen, pengobatan, atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas Intervensi (NIC):  Terapi aktivitas  Pengelolaan energi Aktivitas keperawatan: 1) Kaji respons emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas 2) Tentukan penyebab keletihan 3) Pantau respons kardiorespiratori terhadap aktivitas 4) Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber-sumber energi. 2) Mualberhubungandenganstimulasidarimekanismeneurofarmakologi Tujuan (NOC): o Menunjukkankeseimbangancairan o Menunjukkan status nutrisi: asupanmakanandancairan Kriteriaevaluasi : 1. Klienakanmelaporkanterbebasdarimual 2. Klienakanmengidentifikasitindkan yang dapatmenurunkanmual Intervensi (NIC): o Penatalaksanaancairan o Pemantauancairan o Pemantauannutrisi Aktivitaskeperawatan: 1. Pantaugejalasubjektifmualpadaklien 2. Pantaujumlah, kuantitas, danberatjenis urine 3. Pantau turgor kulit 4. Pantauasupankaloridanmakananpantauadanyapeningkatanataupenurunanberatbadan 3) Penurunancurahjantungberhubungandengannyeri dada Tujuan (NOC): • Menunjukkancurahjantung yang memuaskan, dibuktikandengankeefektifanpompajantung, status sirkulasi, perfusijaringan(organ abdomen), perfusijaringan (perifer). • Menunjukkan status sirkulasi Kriteriaevaluasi : 1) Mempunyaiindeksjantungdanfraksiejeksi 2) Mempunyaihaluaran urine, beratjenis urine, blood urea nitrogen(BUN) dankreatinin plasma 3) Mempunyaiwarnakulit yang normal 4) Menunjukkanpeningkatantoleransiterhadapaktivitasfisik 5) Menggambarkan diet, pengobatan, aktivitas, danbatasan yang diperlukan Intervensi (NIC):  Perawatanjantung  Perawatanjantung, akut  Perawatansirkulasi: alat bantu mekanis  RegulasiHemodinamik  Penatalaksanaansyok: jantung AktivitasKeperawatan : 1) Kajidandokumentasikantekanandarah, adanyasianosis, status pernapasan, dan status mental. 2) Pantaudenyutperifer, waktupengisiankapiler, dansuhusertawarnaekstremitas 3) Pantauresistensisistemikdan vascular paru, dengantepat 4) Evaluasiresponklienterhadapterapioksigen. 4) Nyeriakutberhubungandenganagensinjurikimia Tujuan (NOC):  Menunjukkannyeri :efekmerusak, di buktikandengan indicator berikut( sebutkannilainya 1-5 : ekstrem, berat, sedang, ringan, atautidakada).  Menunjukkantingkatnyeri, buktikandengan indicator berikutini( sebutkannilainyaekstrem, berat, sedang, ringan, atautidakada). Kriteriaevaluasi : 1. Menunjukkanteknikrelaksasisecara individual yang efektifuntukmencapaikenyamanan 2. Mempertahankantingkatnyeripadaataukurang (skala 0-10) 3. Melaporkankesejahteraanfisikdanpsikologis 4. Mengenalifektorpenyebabdanmenggunakantindakanuntukmencegahnyeri 5. Melaporkannyeripadapenyediaperawatankesehatan 6. Menggunakantindakanmenguranginyeridengananalgesikdannonanalgesiksecaratepat Intervensi (NIC):  Pemberiananalgesic :penguranganagens-agensfarmakologiuntukmengurangi/menghilangkannyeri.  Sedarisadar :pemberiansedatif, memantauresponpasien, danpemberiandukunganfisiologis.  Penatalaksanaannyeri :meringankanataumenguranginyerisampaipadatingkatkenyamanan yang dapatditerimaolehpasien.  Bantuananalgesik yang dikendalikanolehpasien. Aktivitaskeperawatan: 1) Gunakanlaporandarikliensendirisebagaipilihanpertamauntukmengumpulkaninformasipengkajian 2) Memintaklienuntukmenilainyeri/ketidaknyamananpadaskala 0-10 3) Gunakanlembaralurnyeriuntukmemantaupengurangannyeri 4) Kajidampak agama, budaya, kepercayaandanlingkunganterhadapnyeridanresponklien. 5) Ansietasberhubungandenganancamanatauperubahanpada status kesehatan Tujuan (NOC): o Ansietasberkurangditunjukkandenganmenunjukkan control agresi, control ansietas, koping, control impuls, pemahamanmultilasidiri, daninteraksi social. o Menunjukkan control ansietas KriteriaEvaluasi: 1) Meneruskanaktivitas yang dibutuhkanmeskipunadakecemasan 2) Tidakmenunjukkanperilakuagresif 3) Mengkomunikasikankebutuhandanperasaan negative secaratepat Intervensi (NIC): o Penguranganansietas Aktivitaskeperawatan: 1) Kajidandokumentasikantingkatkecemasanklien 2) Selidikidengankliententangteknik yang telahdimilikidanbalumdimiliki 3) Sarankanterapi alternative untukmengurangiansietas yang di terimaolehklien 4) Ciptakanlingkungan yang tenang 6) Gangguanpolatidurberhubungandenganansietas Tujuan (NOC):  Pasienmenunjukkantidur, ditandaidengan indicator berikut (sebutkannilainya 1-5 :ekstrem, berat, sedang, ringan, atautidakadagangguan). KriteriaEvaluasi: o Mengidentifikasitindakan yang dapatmeningkatkantiduratauistirahat o Menunjukkankesejahteraanfisikdanpsikologi Intervensi (NIC):  Peningkatantidur :fasilitasisiklustidurataubangun yang teratur. Aktivitaskeperawatan : o Bantu klienmengidentifikasi factor-faktor yang mungkinmenyebabkankurangtidur o Yakinkankembaliklienbahwairitabilitasdanperubahan mood adalahkonsekuensiumum yang menyebabkandefrivasitidur Daftarpustaka Wilkinson, M. Judith. (2007). BukuSaku Diagnosis Keperawatanedisi 7. Jakarta. PenerbitBukuKedokteran(EGC). Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta. EGC. 2002 http://www.infopenyakit.com/2008/01/penyakit-darah-tinggi-hipertensi.html

LAPORAN PENDAHULUAN APPENDIKSITIS

2.1 Pengertian Appendiksitis merupakan kondisi dimana terjadi infeksi di umbai cacing atau usus buntu. Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum yang disebabkan oleh fekalit (masa keras dari feces), tumor atau benda asing dalam tubuh dan juga parasit E. Histolytica. 2.2 Etiologi Penyebab dari Appendiksitis dapat ditimbulkan oleh beberapa hal diantaranya adalah : • Fekalit atau masa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat. • Tumor apendiks • Cacing ascaris • Erosi mucosa apendiks • Hiperplasia jaringan limfe. • Hiperflasia folikel limfoid. • Benda asing. • Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya. • Neoplasma. • Parasit 2.3 Patofisiologi 2.4 Manifestasi Klinis Tanda dan gejala dari apendiksitis adalah sebagai berikut : • Kram didaerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah • Anoreksia • Mual muntah • Demam ringan diawal penyakit • Nyeri • Malaise • Spesme otot dinding abdomen • Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali • Konstipasi • Diare • Disuria • Iritabilitas 2.5 Komplikasi • Perforasi. • Peritonitis. • Infeksi luka. • Abses intra abdomen. • Obstruksi intestinum. 2.6 Penatalaksanaan Medis Berikut ini adalah beberapa penanganan yang dlakukan pada pasien denagan apendiksitis yaitu: • Melakukan pembedahan untuk mengurangi perforasi • Pemberian antibiotik • Pemasangan IV line untuk pemudahan pemberian obat –obatan dan nutrisi yang diberikandan • Pemberian analgesik • Mengajarkan dan melatih batuk efektif • Anjurkan puasa makan dan minum sebelum operasi selama 6 – 8 jam • Pemasangan NGT untuk pemberian nutrisi • Anjurkan klien untuk tidur pada posisi nyaman (miring dengan menekuk lutut kanan). • Kompres es pada daerah sakit untuk mengurangi nyeri. • Beri posisi semi fowler atau ½ duduk untuk mengurangi penyebaran infeksi pada abdomen. 2.7 Penatalaksanaan Keperawatan. 2.7.1 Pengkajian a. Identitas b. Riwayat penyakit sekarang Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi abdomen. c. Riwayat penyakit dahulu Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-abatan yang pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah diderita. d. Riwayat penyakit keluarga keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus, hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya uapaya yang dilakukan dan bagaimana genogramnya. e. Pola Fungsi Kesehatan • Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), bagaimana status ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya penyembuhan luka. • Pola Tidur dan Istirahat Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien • Pola Aktivitas Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri luka operasi, aktivitas biasana terbatas karena harus bedrest beberapa waktu setelah pembedahan 2.7.2 Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan darah rutin b. Pemeriksaan foto abdomen 2.7.3 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dengan kasus apendiksitis  Pre Operasi - Nyeri akut b.d proses penyakit - Ketidak seimbangan Nutrisi kurang dari kebuuhan tubuh b.d mual muntah dan anoreksia  Post Operasi - Nyeri b.d terputusnya inkontuinitas jaringan - Resiko kekurangan volume cairan b.d asupan cairan yang tidak adekuat Pre Operasi Dx I. Nyeri akut b.d proses penyakit. Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang. Kriteria Hasil : • Nyeri berkurang • Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah • Kegelisahan atau keteganganotot • Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10. • Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan. Intervensi • Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor presipitasinya. • Observasi ketidaknyamanan non verbal. • Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru. • Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan. • Anjurkan pasien untuk istirahat. • Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak. • Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic. Dx II. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual,muntah, anoreksia. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat. Kriteria Hasil : • Mempertahankan berat badan. • Toleransi terhadap diet yang dianjurkan. • Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi. • Turgor kulit baik. Intervensi • Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. • Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan. • Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya. • Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah. • pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan. Post Operasi Dx. I. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang. Kriteria Hasil : • Nyeri berkurang • Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah • Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10. • Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan. Intervensi • Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan. • Observasi ketidaknyamanan non verbal • Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru. • Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan. • Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri. • Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak. • Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic. Dx II. Resiko kekurangan volume cairan b.d asupan cairan yang tidak adekuat. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat. Kriteria Hasil : • Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal. • Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal. • Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab. • Tidak ada rasa haus yang berlebihan. Intervensi • Pertahankan catatan intake dan output yang akurat. • Monitor vital sign dan status hidrasi. • Monitor status nutrisi • Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan. • Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi. • Atur kemungkinan transfusi darah

Laporan Pendahuluan Anemia Gravis

A. Definisi Anemia adalah berkurangnya kadar Hb dalam darah sehingga terjadi gangguan perfusi O2 ke jaringan tubuh. Disebut gravis yang artinya berat dan nilai Hb di bawah 7 g/dl sehingga memerlukan tambahan umumnya melalui transfusi. Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256). B. Etiologi Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya. C. Patofiologi Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera. Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998). D. Pathway E. Manifestasi Klinik Secara umum gejala klinis anemia yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah). Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Namun pada anemia berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung(Sjaifoellah, 1998). F. Komplikasi 1. Daya tahan tubuh kurang 2. Mudah terkena infeksi 3. Serangan jantung 4. Mudah lelah 5. Gagal Ginjal Akut G. Pemeriksaan Penunjang Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta sumber kehilangan darah kronis. H. Penatalaksaan Medis 1. Transpalasi sel darah merah. 2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi. 3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada. I. Penatalaksanaan Keperawatan 1. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen. 2. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau. J. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul 1. Intoleransi Aktivitas b.d Ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum NOC: klien mentoleransikan aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan penghimatan energi, dan perawatan diri, kritria evaluasi: 1. mengedentivikasikan aktivitas/situasi yang menimbulkan kecemasan 2. mengungkap secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen,pengubatan dan perawatan yang dapat meningkatkan aktivitas 3. menampilkan aktivitas kehehidupan sehari-hari (AKS)&beberapa bantuan NIC: - Terapi Aktivitas - Pengelolaan energi Aktivitas keperawatan: 1. Kaji respon,sosial dan spritual terhadap aktivitas 2. Tentukan penyebab keletihan 3. pantau pola istirahat klien dan lamanya waktu tidur 4. Kaloborasikan dengan ahli okupasi,fisik atau rekreasi untuk merencenakan dan memantau aktivitas,sesuai dengan kebutuhan. 2. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d factor biologis (anemia) NOC: Klien diminta menunjukkan status gizi, asupan makanan, cairan dan zat gizi. Kriteria Evaluasi : - Mempertahankan berat badan. - Menjelaskan komponen keadekuatan diet bergizi - Menyatakan keinginan untuk mengikuti diet. - Toleransi terhadap diet yang dianjurkan. - Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal. - Melaporkan keadekuatan tingkat energi. NIC: - Pengelolaan gangguan makan - Pengelolaan nutrisi - Bantuan menaikkan berat badan. Aktivitas Keperawatan : 1. Tentukan motivasi klien untuk mengubah kebiasaan makan. 2. Ajarkan metode untuk perencanaan makan. 3. Ajarkan klien / keluarga tentang makan yang bergizi dan tidak mahal. 4. Bantu makan sesuai dengan kebutuhan. 5. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan. 6. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan klien dari rumah 3. Mual b.d Biofisik (anemia) NOC: - Menunjukkan keseimbangan cairan - Menunjukkan status nutrisi: asupan makanan dan cairan Kriteriaevaluasi : 1. Klien akan melaporkan terbebas dari mual 2. Klien akan mengidentifikasi tindakan yang dapat menurunkan mual NIC: - Penatalaksanaan cairan - Pemantauan cairan - Pemantauannutrisi Aktivitaskeperawatan: 1. Pantau gejala subjektif mual pada klien 2. Pantau jumlah, kuantitas, dan berat jenis urine 3. Pantau turgor kulit 4. Pantau asupan kalori dan makanan 5. Pantau adanya peningkatan atau penurunan berat badan 4. Ketidakefektifan pola nafas, factor risiko gangguan kognitif dan keletihan 5. Risiko syok, factor risiko hipovolemia 6. Risiko ketidak efektifan perfusi ginjal, factor risiko hipovolemia

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR VERTEBRA

A. Definisi Fraktur adalah diskontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan (R. Syamsuhidayat, 1997). Fraktur vertebra adalah terputusnya discus invertebralis yang berdekatan dan berbagai tingkat perpindahan fragmen tulang (Theodore, 1993). B. Etiologi Fraktur vertebra, khususnya vertebra servikalis dapat disebabkan oleh trauma hiperekstensi, hiperfleksi, ekstensi rotasi, fleksi rotasi, atau kompresi servikalis. Fraktur vertebra thorakal bagian atas dan tengah jarang terjadi, kecuali bila trauma berat atau ada osteoporosis. Karena kanalis spinal di daerah ini sempit, maka sering disertai gejala neurologis. Mekanisme trauma biasanya bersifat kompresi atau trauma langsung. Pada kompresi terjadi fraktur kompresi vertebra, tampak korpus vertebra berbentuk baji pada foto lateral. Pada trauma langsung dapat timbul fraktur pada elemen posterior vertebra, korpus vertebra dan iga di dekatnya. Fraktur dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu : 1) Kecelakaan Kebanyakan fraktur terjadi karena kecelakaan lalu lintas 2) Cidera olah raga Saat melakukan oleh raga yang berat tanpa pemanasan sehingga terjadi cidera olah raga yang menyebabkan fraktur 3) Osteoporosis Lebih sering terjadi pada wanita usia di atas 45 tahun karena terjadi perubahan hormon menopause 4) 4 Malnutrisi Pada orang yang malnutrisi terjadi defsit kalsium pada tulang sehingga tulang rapuh dan sangat beresiko sekali terjadi fraktur 5) 5 Kecelekaan Kecerobohan di tempat kerja biasa terjadi, yang dapat menyebabkan fraktur. (Reeves, 2000) C. Patofisiologi Fraktur tulang belakang dapat terjadi di sepanjang kolumna bertebra tetapi lebih sering terjadi di daerah servikal bagian bawah dan di daerah lumbal bagian atas. Pada dislokasi akan tampak bahwa kanalis vertebralis di daerah dislokasi tersebut menjadi sempit, keadaan ini akan menimbulkan penekanan atau kompresi pada medulla spinalis atau rediks saraf spinalis. Dengan adanya penekanan atau kompresi yang berlangsung lama mengakibatkan jaringan terputus akibatnya daerah sekitar fraktur mengalami oedema / hematoma. Kompresi akibatnya sering menyebabkan iskemia otot. Gejala dan tanda yang menyertai peningkatan tekanan “compartmental” mencakup nyeri, kehilangan sensasi dan paralisis. Hilangnya tonjolan tulang yang normal, pemendekan atau pemanjangan tulang dan kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu menyebabkan terjadinya perubahan bentuk (deformitas). Imobilisasi membentuk terapi awal pasien fraktur. Imobilisasi harus dicapai sebelum pasien ditransfer dan bila mungkin, bidai harus dijulurkan paling kurang satu sendi di atas dan di bawah tempat fraktur, dengan imobilisasi mengakibatkan sirkulasi darah menurun sehingga terjadi perubahan perfusi jaringan primer. (Markam, Soemarmo, 1992; Sabiston, 1995; Mansjoer, 2000) D. Pathway (Markam, Soemarno, 1992; Sabiston, 1995; Mansjoer 2000) E. Manifestasi Klinik 1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi 2) Deformitas adalah pergeseran fragmen pada fraktur 3) Terjadi pemendekan tulang akibat kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur 4) Krepitus adalah derik tulang yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya 5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perubahan yang mengikuti fraktur. (Smeltzer, S, 2001) F. Komplikasi 1) Infeksi 2) Syok hipovolemik atau traumatic 3) Sindrom emboli lemak 4) Sindrom kompartemen 5) Koagulasi intravaskuler diseminata (KID) (Smeltzer, S, 2001) G. Pemeriksaan Penunjang 1) Foto Rontgen Spinal, yang memperlihatkan adanya perubahan degeneratif pada tulang belakang, atau tulang intervetebralis atau mengesampingkan kecurigaan patologis lain seperti tumor, osteomielitis. 2) Elektromiografi, untuk melokalisasi lesi pada tingkat akar syaraf spinal utama yang terkena. 3) Venogram Epidural, yang dapat dilakukan di mana keakuratan dan miogram terbatas. 4) Fungsi Lumbal, yang dapat mengkesampingkan kondisi yang berhubungan, infeksi adanya darah. 5) Tanda Le Seque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas) untuk mendukung diagnosa awal dari herniasi discus intervertebralis ketika muncul nyeri pada kaki posterior. 6) CT - Scan yang dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil, adanya protrusi discus intervetebralis. 7) MRI, termasuk pemeriksaan non invasif yang dapat menunjukkan adanya perubahan tulang dan jaringan lunak dan dapat memperkuat adanya herniasi discus. 8) Mielogram, hasilnya mungkin normal atau memperlihatkan “penyempitan” dari ruang discus, menentukan lokasi dan ukuran herniasi secara spesifik. H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada kasus ini adalah tirah baring total disertai dengan fisioterapi. I. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul 1) Hambatan mobilitas fisik b.d ganggun musculoskeletal NOC: Menunjukkan tingkat mobilitas, ditandai dengan indikator berikut (ketergantungan(tidak berpartisipasi), membutuhkan bantuan orang lain dan alat, membutuhkan bantuan orang lain, mandiri dengan pertolongan alat bantu, atau mandiri penuh) Tujuan/Kriteria Hasil: Pasien akan meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi, jika diperlukan NIC: Terapi aktivitas, ambulasi : meningkatkan dan membantu berjalan untuk mempertahankan atau memperbaiki fungsi tubuh volunter dan autonom selama perawatan serta pemulihan dari sakit atau cedera Perubahan posisi : memindahkan pasien atau bagian tubuh untuk memberikan kenyamanan, menurunkan risiko kerusakan kulit, mendukung integritas kulit, dan meningkatkan penyembuhan Aktivitas Keperawatan: - Ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindahan Rasional : Dengan mengajarkan hal itu pasien akan meningkat kesembuhannya - Berikan penguatan positif selama aktivitas Rasional : Dengan penguatan positif pasien akan lebih mempunyai dorongan untuk beraktivitas - Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan mekanika tubuh yang benar saat melakukan aktivitas Rasional : Dengan mengajarkan hal itu dapat menambah pengetahuan pasien tentang perpindahan yang benar - Kaji kebutuhan pasien akan pendidikan kesehatan Rasional : Dengan pengkajian itu dapat mengetahui kemampuan pasien tentang kesehatan - Awasi seluruh kegiatan mobilisasi dan bantu pasien, jika diperlukan Rasional : Agar tidak terjadi cedera pada pasien - Berikan analgesik sebelum memulai aktivitas Rasional : Mengurangi nyeri yang bisa terjadi selama pasien beraktivitas - Dukung pasien/keluarga untuk memandang keterbatasan dengan realistis Rasional : Dengan dukungan itu pasien/keluarga akan menerima dengan ikhlas - Letakkan tempat tidur terapeutik yang benar Rasional : hal yang mendukung mobilisasi pasien - Dukung latihan ROM aktif Rasional : dengan latihan itu mempercepat kesembuhan pasien khususnya dalam pergerakan sendi - Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal 2 jam, berdasarkan jadwal spesifik Rasional : membuat pasien nyaman dengan perubahan posisi 2) Nyeri akut/kronis b.d agen cidera: fisik NOC: - Tingkat kenyamanan perasaan senang secara fisik & psikologis - Prilaku mengendalikan nyeri - Nyeri: efek merusak terhadap emosi dan prilaku yang diamati - Tingkat nyeri: jumlah nyeri yang dilaporkan Kriteria evaluasi: - Menunjukkan nyeri efek merusak dengan skala 1-5: ekstrim, berat, sedang, ringan, atau tidak ada - Menunjukkan teknik relaksasi secara individu yang efektif - Mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri. NIC: - Pemberian analgesik - Sedasi sadar - Penatalaksanaan nyeri - Bantuan Analgesika yang Dikendalikan oleh Pasien Aktivitas keperawatan: - Minta pasien untuk menilai nyeri/ketidak nyamanan pada skala 0 sampai 10 - Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif - Observasi isyarat ketidak nyamanan nonverbal 3) Gangguan identitas personal b.d perubahan peran social NOC: Gangguan identitas personal berkurang Tujuan/Kriteria Hasil: - Pasien akan mengaku terhadap perubahan aktual pada penampilan tubuh - Pasien akan memelihara hubungan sosial yang dekat dan hubungan personal NIC: Pencapaian Citra Tubuh : peningkatan kesadaran pasien dan ketidaksadaran persepsi dan tingkah laku terhadap tubuh pasien Aktivitas Keperawatan: - Kaji dan dokumentasikan respon verbal dan non verbal pasien tentang tubuh pasien Rasional : Dengan mengkaji dapat mengetahui respon yang dirasakan pasien - Tentukan apakah perubahan fisik saat ini telah dikaitkan ke dalam citra tubuh pasien Rasional : Dengan menentukan hal itu dapat mengetahui perubahan apa yang terjadi pada pasien - Identifikasi budaya, agama, ras, jenis kelamin, dan usia dari orang penting bagi pasien menyangkut citra tubuh Rasional : Dengan identifikasi dapat mengetahui apa yang dirasakan pasien - Pantau frekuensi pernyataan yang mengkritik diri Rasional : mengetahui seberapa besar pasien menghargai dirinya - Beri dorongan kepada pasien/keluarga untuk mengidentifikasi mekanisme koping dan kekuatan personal dan pengakuan keterbatasan Rasional : Akan membantu pasien/keluarga mengidentifikasi mekanisme yang terjadi - Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, pelihara privasi dan martabat pasien Rasional : Dengan cara itu pasien akan merasa terjaga privasinya - Tentukan harapan pasien tentang gambaran tubuh berdasarkan tahap perkembangan Rasional : Dengan tahu harapan pasien akan dapat mengetahui apa yang diinginkan pasien - Dengarkan pasien/keluarga secara aktif dan akui realitas adanya perhatian terhadap perawatan, kemajuan, dan prognosis Rasional : Dengan menjadi pendengar yang baik dapat membina trust 4) Ansietas b.d perubahan dalam: status kesehatan NOC: Kontrol Agresi: Kemampuan untuk menahan perilaku kekerasan, kekacauan, atau perilaku destruktif pada orang lain. Kontrol Ansietas: Kemampuan untuk menghilangkan atau mengurangi perasaan khawatir dan tegang dari suatu sumber yang tidak dapat diidentifikasi. Koping: Tindakan untuk mengatasi stressor yang membebani sumber-sumber individu. Kontrol Impuls: Kemampuan untuk menahan diri dari perilaku kompulsif atau impulsive. Penahanan Mutilasi Diri: Kemampuan untuk berhenti dari tindakan yang mengakibatkan cedera diri sendiri (non-letal) yang tidak diperhatikan. Keterampilan Interaksi Sosial: Penggunaan diri untuk melakukan interaksi yang efektif. Tuuan/Kriteria Hasil: - Ansietas berkurang - Menunjukkan Kontrol Ansietas NIC: Pengurangan Ansietas: Minimalkan kekhawatiran, ketakutan, berprasangka atau rasa gelisah yang dikaitkan dengan sumber bahaya yang tidak dapat diidentifikasi dari bahaya yang dapat diantisipasi. Aktivitas Keperawatan: - Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien secara berkala - Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pada pasien. - Aktivitas Kolaboratif: Berikan pengobatan untuk mengurangi ansietas, sesuai dengan kebutuhan 5) Difisiensi pengetahuan b.d keterbatasan kognitif NOC: Pengetahuan: Pengendalian infeksi : tingkat pemahaman pada apa yang disampaikan. Tujuan/Kriterioa Hasil: - Menunjukkan pengetahuan: Pengendalian Infeksi: dibuktikan dengan indicator 1-5: tidak ada, terbatas, cukup, banyak, atau luas. - Mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi menurut penanganan yang dianjurkan. NIC: Panduan Sistem Kesehatan: memfasilitasi daerah pasien dan penggunaan layanan kesehatan yang tepat. Pengajaran, Proses Penyakit: Membantu pasien dalam memahami informasi yang berhubungan dengan proses timbulnya penyakit secara khusus. Pengajaran, Individu: Perencanaan, implementasi, dan evaluasi penyusunan program pengajaran yang dirancang uuntuk kebutuhan khusus pasien. Aktivitas Keperawatan: - Tentukan kebutuhan pengajaran pasien - Lakukan penilaian tingkat pengetahuan pasien dan pahami isinya - Tentukan kemampuan pasien untuk mempelajari informasi khusus - Berinteraksi kepada pasien dengan cara yang tidak menghakimi untuk memfasilitasi pengajaran 6) Intoleran aktivitas b.d imobilitas NOC: klien mentoleransikan aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan penghimatan energi, dan perawatan diri, kritria evaluasi: - mengedentivikasikan aktivitas/situasi yang menimbulkan kecemasan - mengungkap secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen,pengubatan dan perawatan yang dapat meningkatkan aktivitas - menampilkan aktivitas kehehidupan sehari-hari (AKS)&beberapa bantuan NIC: - Terapi Aktivitas - Pengelolaan energi Aktivitas keperawatan: - Kaji respon,sosial dan spritual terhadap aktivitas - Tentukan penyebab keletihan - pantau pola istirahat klien dan lamanya waktu tidur - Kaloborasikan dengan ahli okupasi,fisik atau rekreasi untuk merencenakan dan memantau aktivitas,sesuai dengan kebutuhan. 7) Defisit perawatan diri NOC: Perawatan diri : aktivitas kehidupan sehari-hari: kemampuan untuk melakukan tugas fisik paling dasar dan aktivitas perawatan pribadi Personal hygiene : kemampuan untuk mempertahankan hygnie dirinya Tujuan/Kriteria Hasil: - Menerima bantuan / perawatan total dari pemberi perawatan - Mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan hygine mulut. - Mempertahankan mobilitas yang diperlukan untuk kekamar mandi menyediakan perlengkapan mandi NIC: Mandi :membersihkan tubuh berguna untuk relaksasi, kebersihan dan penyembuhan Bantuan perawatan diri, mandi/hygine : membantu pasien untk memenuhi hygine pribadi Aktivitas Keperawatan - Kaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu R: pasien dapat ber mobilitas - Kaji kondisi kulit saat mandi R: agar pasien terlihat segar - Ajarkan pasien/ keluarga penggunaan metode alternatif untuk mandi dan hygine mulut R: dibantu keluarga/ perawat utk memandikan/ diseka - Libatkan keluarga dalam penentuan rencana R : agar keluarga tetap memperhatihan hygine pasien 8) Risiko infeksi NOC: Status imun: Keadekuatan alami yang didapat dan secara tepat ditujukan untuk menahan antigen-antigen internal maupun eksternal. Pengetahuan: Pengendalian Infeksi: tingkat pemahaman mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi. Pengendalian resiko: tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman kesehatan akual, pribadi, serta dapat dimodifikasi. Deteksi Resiko: indakan yang dilakukan untuk mengidentifikasi ancaman kesehatan seseorang. Tujuan/Kriteria Evaluasi: - Fakto resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh keadekuatan status imun pasien. - Pasien menunjukkan Pengendalian Risiko. NIC: Pemberian Imunisasi/Vaksinasi: Pemberian imunisasi untuk mencegah penyakit menuar. Pengendalian Infeksi: Meminimalkan penularan agen infeksius. Perlindungan terhadap Infeksi: Mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien yang berisiko. Aktivitas Keperawatan: - Pantau tanda gejala infeksi - Kaji factor yang meningkatkan serangan infeksi - Patau hasil laboratorium - Amati penampilan praktik hygiene pribadi untuk perlindungan terhadap infeksi - Aktivitas Kolaboratif: Berikan terapi antibiotic, bila diperlukan Daftar Pustaka Herdman, Heather T. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC. Allih bahasa: Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Etsu Tiar. Wilkinson, M. Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7. Jakarta : EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN CA PARU

A. Pengertian Menurut Hood Alsagaff, dkk. 1993, karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas. Sedangkan menurut Susan Wilson dan June Thompson, 1990, kanker paru adalah suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel anaplastik dalam paru. Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru. (Wikipedia) Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000). B. Etiologi Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari karsinoma bronkogenik masih belum diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan karsinogenik merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa/ ras serta status immunologis. Bahan inhalasi karsinogenik yang banyak disorot adalah rokok. Selain itu beberapa factor yang dimungkinkan dapat ikut berperan dalam peningkatan angka kejadian kanker paru antara lain: asap dari pabrik/ industri yang mengandung asbestos, bahan radioaktif, uranium; penyakit TB paru, serta factor lingkungan lainnya. C. Patofisiologi Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka. D. Pathways E. Manifestasi klinik 1) Gejala awal. Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus. 2) Gejala umum. a. Batuk Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder. b. Hemoptisis Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi. c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan. F. Komplikasi 1) Efusi pleura 2) Sindroma vena superior 3) Sidrom penekanan tulang belakang G. Penatalaksanaan 1) Radiologi a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada. Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra. b. Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus. 2) Laboratorium. a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma. b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi. c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru). 3) Histopatologi. a. Bronkoskopi. Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui). b. Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran <>b. Paliatif. Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup. c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga. d. Supotif. Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000) (1) Pembedahan. Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker. (a) Toraktomi eksplorasi. Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy. (b) Pneumonektomi pengangkatan paru). Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat. (c) Lobektomi (pengangkatan lobus paru). Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois. (d) Resesi segmental. Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru. (e) Resesi baji. Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es). (f) Dekortikasi. Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris) (2) Radiasi Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus. (3) Kemoterafi. Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi. H. Diagnose keperawatan 1) Nyeri akut/kronis b.d agen cidera: biologis NOC: - Tingkat kenyamanan perasaan senang secara fisik & psikologis - Prilaku mengendalikan nyeri - Nyeri: efek merusak terhadap emosi dan prilaku yang diamati - Tingkat nyeri: jumlah nyeri yang dilaporkan Kriteria evaluasi: - Menunjukkan nyeri efek merusak dengan skala 1-5: ekstrim, berat, sedang, ringan, atau tidak ada - Menunjukkan teknik relaksasi secara individu yang efektif - Mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri. NIC: - Pemberian analgesik - Sedasi sadar - Penatalaksanaan nyeri - Bantuan Analgesika yang Dikendalikan oleh Pasien Aktivitas keperawatan: - Minta pasien untuk menilai nyeri/ketidak nyamanan pada skala 0 sampai 10 - Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif - Observasi isyarat ketidak nyamanan nonverbal 2) Ansietas b.d perubahan dalam: status kesehatan NOC: Kontrol Agresi: Kemampuan untuk menahan perilaku kekerasan, kekacauan, atau perilaku destruktif pada orang lain. Kontrol Ansietas: Kemampuan untuk menghilangkan atau mengurangi perasaan khawatir dan tegang dari suatu sumber yang tidak dapat diidentifikasi. Koping: Tindakan untuk mengatasi stressor yang membebani sumber-sumber individu. Kontrol Impuls: Kemampuan untuk menahan diri dari perilaku kompulsif atau impulsive. Penahanan Mutilasi Diri: Kemampuan untuk berhenti dari tindakan yang mengakibatkan cedera diri sendiri (non-letal) yang tidak diperhatikan. Keterampilan Interaksi Sosial: Penggunaan diri untuk melakukan interaksi yang efektif. Tuuan/Kriteria Hasil: - Ansietas berkurang - Menunjukkan Kontrol Ansietas NIC: Pengurangan Ansietas: Minimalkan kekhawatiran, ketakutan, berprasangka atau rasa gelisah yang dikaitkan dengan sumber bahaya yang tidak dapat diidentifikasi dari bahaya yang dapat diantisipasi. Aktivitas Keperawatan: - Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien secara berkala - Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pada pasien. - Aktivitas Kolaboratif: Berikan pengobatan untuk mengurangi ansietas, sesuai dengan kebutuhan 3) Difisiensi pengetahuan b.d keterbatasan kognitif NOC: Pengetahuan: Pengendalian infeksi : tingkat pemahaman pada apa yang disampaikan. Tujuan/Kriterioa Hasil: - Menunjukkan pengetahuan: Pengendalian Infeksi: dibuktikan dengan indicator 1-5: tidak ada, terbatas, cukup, banyak, atau luas. - Mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi menurut penanganan yang dianjurkan. NIC: Panduan Sistem Kesehatan: memfasilitasi daerah pasien dan penggunaan layanan kesehatan yang tepat. Pengajaran, Proses Penyakit: Membantu pasien dalam memahami informasi yang berhubungan dengan proses timbulnya penyakit secara khusus. Pengajaran, Individu: Perencanaan, implementasi, dan evaluasi penyusunan program pengajaran yang dirancang uuntuk kebutuhan khusus pasien. Aktivitas Keperawatan: - Tentukan kebutuhan pengajaran pasien - Lakukan penilaian tingkat pengetahuan pasien dan pahami isinya - Tentukan kemampuan pasien untuk mempelajari informasi khusus - Berinteraksi kepada pasien dengan cara yang tidak menghakimi untuk memfasilitasi pengajaran 4) Risiko infeksi NOC: Status imun: Keadekuatan alami yang didapat dan secara tepat ditujukan untuk menahan antigen-antigen internal maupun eksternal. Pengetahuan: Pengendalian Infeksi: tingkat pemahaman mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi. Pengendalian resiko: tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman kesehatan akual, pribadi, serta dapat dimodifikasi. Deteksi Resiko: indakan yang dilakukan untuk mengidentifikasi ancaman kesehatan seseorang. Tujuan/Kriteria Evaluasi: - Fakto resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh keadekuatan status imun pasien. - Pasien menunjukkan Pengendalian Risiko. NIC: Pemberian Imunisasi/Vaksinasi: Pemberian imunisasi untuk mencegah penyakit menuar. Pengendalian Infeksi: Meminimalkan penularan agen infeksius. Perlindungan terhadap Infeksi: Mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien yang berisiko. Aktivitas Keperawatan: - Pantau tanda gejala infeksi - Kaji factor yang meningkatkan serangan infeksi - Patau hasil laboratorium - Amati penampilan praktik hygiene pribadi untuk perlindungan terhadap infeksi - Aktivitas Kolaboratif: Berikan terapi antibiotic, bila diperlukan 5) Gangguan pola tidur b.d gangguan (nyeri yang dirasakan) NOC: Tingkat Kenyamanan: Perasaan fisik dan psikologis yang nyaman. Tingkat Nyeri: Banyaknya nyeri yang dilaporkan atau diperlihatkan. Penyesuaian Psikososial: Perubahan Hidup: Adaptasi psikososial dar seseorang terhadap perubahan hidup. Kepuasan Hidup: Pengungkapan kepuasan individu dengan kehidupan saat ini. Istirahat: Tingkat dan pola berkurangya aktivitas untuk pemulihan fisik dan mental. Tidur: Tingkat dan pola tidur untuk pemulihan fisik dan mental. Kesejahteraan: Pengungkapan kepuasan individu terhadap status kesehatannya. Tujuan/Krieria Evaluasi: - Pasien menunjukkan tidur, ditandai dengan indicator berikut (sebutkan nilainya 1-5: ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) - Mengidentifikasi tindakan yang dapat meningkatkan tidur/istirahat - Menunukan kesejahteraan fisik dan psikologis. NIC: Peningkatan Tidur: Fasilitas siklus tidur/bangun yang teratur. Aktivitas Keperawatan: - Pantau pola tidur pasien dan catat factor-faktor fisik (mis. Apnea saat tidur, sumbatan jalan nafas, nyeri/ketidak nyamanan, dan sering berkemih) atau fakto-faktor psikologis (mis. Ketakutan ansietas) yang dapat menggangu pola tidur pasien - Diskusikan dengan dokter tentang perlunya meninjau kembali program pengobatan jika berpengaruh pada pola tidur. - Dukung penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor fase tidur REM. - Hindari suara keras dan penggunaan lampu saat tidu malam, berikan lingkungan yang tenang, damai, dan minimalkan gangguan. - Cari teman sekamar yang cocok bagi pasien, jika memungkinkan. - Ajarkan pasien untuk menghindari makanan dan minuman pada jam tidur yang dapat mengganggu tidur. - Lakukan pijatan yang nyaman, pengaturan posisi, dan sentuhan efektif. - Berikan tidur siang, jika diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tidur. Daftar Pustaka Herdman, Heather T. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC. Allih bahasa: Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Etsu Tiar. Wilkinson, M. Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7. Jakarta : EGC.

Laporan Pendahuluan Kista Ovarium

A. Pengertian Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan / abnormal pada ovarium yang membentuk seperti kantong (Agusfarly, 2008). Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium. Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbuh di mana saja dan jenisnya bermacam-macam. Kista yang berada di dalam atau permukaan ovarium (indung telur) disebut kista ovarium atau tumor ovarium. Kista ovarium sering terjadi pada wanita di masa reproduksinya. Sebagian besar kista terbentuk karena perubahan kadar hormon yang terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium. Kista berarti kantung yang berisi cairan. Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampai menopause, juga selama masa kehamilan. B. Etiologi Sampai sekarang ini penyebab dari Kista Ovarium belum sepenuhnya dimengerti, tetapi beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan estrogen dan dalam mekanisme umpan balik ovarium-hipotalamus. Kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis, dan ovarium, dan juga gagalnya sel telur (folikel) untuk berovulasi. Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang nantinya akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium, tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan. Kista jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel ovarium yang tidak terkontrol. Folikel adalah suatu rongga cairan yang normal terdapat dalam ovarium. Pada keadaan normal, folikel yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasi untuk melepaskan sel telur. Namun pada beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga menimbulkan bendungan carian yang nantinya akan menjadi kista. Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar akibat dari perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada beberapa kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi. Kista jenis ini disebut dengan Kista Dermoid. Factor yang menyebabkan gajala kista meliputi; 1. Gaya hidup tidak sehat. Diantaranya; a. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat b. Zat tambahan pada makanan c. Kurang olah raga d. Merokok dan konsumsi alcohol e. Terpapar denga polusi dan agen infeksius f. Sering stress 2. Faktor genetic. Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu yang disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan yang bersifat karsinogen , polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker C. Tipe – Tipe Kista Ovarium 1. Tipe Kista Normal a. Kista Fungsional Ini merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan dengan siklus menstruasi yang normal. Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada masa subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler dan akan hilang saat menstruasi. Kista fungsional terdiri dari: kista folikel dan kista korpus luteum. Keduanya tidak mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang sendiri dalam waktu 6-8 minggu. 2. Tipe kista ovarium abnormal Maksud kata “abnormal” disini adalah tidak normal, tidak umum, atau tidak biasanya (ada, timbul, muncul, atau terjadi). Semua tipe atau bentuk kista -selain kista fungsional- adalah kista abnormal, misalnya: a. Cystadenoma Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur. Biasanya bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat menimbulkan nyeri. b. Kista coklat (endometrioma). Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut kista coklat karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat kehitaman c. Kista dermoid Merupakan kista yang yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti kulit, kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat ditemukan di kedua bagian indung telur. Biasanya berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala. d. Kista endometriosis Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan infertilitas. e. Kista hemorrhage Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah. f. Kista lutein Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Beberapa tipe kista lutein antara lain: 1) Kista granulosa lutein Merupakan kista yang terjadi di dalam korpus luteum ovarium yang fungsional. Kista yang timbul pada permulaan kehamilan ini dapat membesar akibat dari penimbunan darah yang berlebihan saat menstruasi dan bukan akibat dari tumor. Diameternya yang mencapai 5-6 cm menyebabkan rasa tidak enak di daerah panggul. Jika pecah, akan terjadi perdarahan di rongga perut. Pada wanita yang tidak hamil, kista ini menyebabkan menstruasi terlambat, diikuti perdarahan yang tidak teratur. 2) Kista theca lutein Merupakan kista yang berisi cairan bening dan berwarna seperti jerami. Timbulnya kista ini berkaitan dengan tumor ovarium dan terapi hormone g. Kista polikistik ovarium Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Untuk kista polikistik ovarium yang menetap (persisten), operasi harus dilakukan untuk mengangkat kista tersebut agar tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit. Kista ovarium ada yang bersifat jinak dan ganas (kanker). Biasanya kista yang berukuran kecil bersifat jinak. Kista ovarium sering ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan rutin. D. Patofisiologi Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan kegagalan pembentukan salah satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa kista folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Kista folikel dan luteal, kelainan yang tidak berbahaya ini berasal dari folikel graaf yang tidak pecah atau folikel yang sudah pecah dan segera menutup kembali. Kista demikian seringnya adalah multipel dan timbul langsung di bawah lapisan serosa yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan diameter 1- 1,5 cm dan berisi cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup banyak, sampai mencapai diameter 4-5 cm, sehingga teraba massa dan menimbulkan sakit pada daerah pelvis. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG. Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal. E. Manifestasi Klinis Sebagian besar wanita tidak menyadari bila dirinya menderita kista. Seandainya menimbulkan gejala maka keluhan yang paling sering dirasakan adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah dan pinggul. Rasa nyeri ini timbul akibat dari pecahnya dinding kista, pembesaran kista yang terlampau cepat sehingga organ disekitarnya menjadi teregang, perdarahan yang terjadi di dalam kista dan tangkai kista yang terpeluntir 1. Sering tanpa gejala. 2. Nyeri saat menstruasi. 3. Nyeri di perut bagian bawah. 4. Nyeri pada saat berhubungan badan. 5. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki. 6. Terkadang disertai nyeri saat buang air kecil dan/atau buang air besar. 7. Siklus menstruasi tidak teratur; bisa juga jumlah darah yang keluar banyak. 8. Perubahan menstruasi. 9. Rasa sakit atau sensasi nyeri saat bersenggama (dyspareunia). 10. Gangguan pencernaan yang menetap, seperti: kembung, mual. 11. Perubahan kebiasaan buang air besar, contoh: sukar buang air besar (= sembelit, konstipasi, obstipasi) 12. Perubahan berkemih, misalnya: sering kencing. 13. Perut membesar, salah satu cirinya adalah celana terasa sesak. 14. Kehilangan selera makan atau rasa cepat kenyang (perut terasa penuh). 15. Rasa mudah capek atau rasa selalu kurang tenaga. 16. Rasa nyeri pada (tulang) punggung bawah (Low back pain). F. Komplikasi 1. Perdarahan dalam kista Perlahan menimbulan rasa sakit dan kemudian mendadak menjadi akut abdomen. 2. Torsi tangkai kista. Dapat terjadi pada tumor dengan panjang tangkai sekitar 5 cm atau lebih dan ukurannya masih kecil dan gerakan yang terbatas .Sering terjadi pada saat hamil dan asca partum dan saat terjadi akut abdomen. 3. Robekan dinding kista Disebabkan oleh trauma langsung pada kista ovari terjadi saat torsikista dan dapat menimbulkan perdarahan akut abdomen Infeksi kista. Menimbulkan gejala dolor , kolor dan fungsi olesa.perut tegang dan panas hasil pemeriksaan laboratorium menujukkan gejala infeksi 4. Degenerasi ganas. Keganasan ovarium silent killer diketahui setelah stadium lanjut sedangkan perubahan tidak jelas Gejala keganasan kista ovarii:tumor cepat membesar ,berbenjol benjol,terdapat asites ,tubuh bagian atas kering sedangkan bagian bawah terjadi oedema. G. Pemeriksaan Penunjang 1. Pap smear : untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan adaya kanker / kista. 2. Ultrasound / scan CT : membantu mengindentifikasi ukuran / lokasi massa. 3. Laparoskopi : dilakukan untuk melihat tumor, perdarahan, perubahan endometrial. 4. Hitung darah lengkap : penurunan Hb dapat menununjukan anemia kronis sementara penurunan Ht menduga kehilangan darah aktif, peningkatan SDP dapat mengindikasikan proses inflamasi / infeksi. H. Penatalaksanaan 1. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah, misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi. 2. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista. 3. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai penyangga. 4. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda – tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi. ( Lowdermilk.dkk. 2005:273 ) I. Penatalaksanaan Keperawatan Perawat melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat memakai latar belakang, pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa merencanakan intervensi, mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi intervensi keperawatan. 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan, dan kebutuhan klien. Serta merumuskan diagnosis keperawatan. a. Identitas klien Yang meliputi ; nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, no register, no kamar, dan diagnosa medis b. Data fisiologis : keluhan utama atau riwayat keluhan utama Pemeriksaan fisik : 1) Keterbatasan aktivitas 2) Perubahan TTV 3) Tanda – tanda distensi : merintih kesakitan keletihan 4) Pemeriksaan abdomen c. Riwayat kesehatan masa lalu atau riwayat penyakit dahulu d. Riwayat kesehatan keluarga e. Riwayat psikososial 2. Analisis data Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengklasifikasi data, mengelompokkan, mengkaitkan, menentukan kesenjangan informasi, membandingkan dengan standart, menginterpretasikan serta akhirnya dapat membuat kesimpulan tentang masalah itu. 3. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul pada kasus Kista Ovarium Pre Operasi a. Nyeri akut b.d agen injury biologis b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum c. Ansietas b.d ancaman atau perubahan pada status kesehatan d. Defisit pengetahuan b.d kurangnya pemahaman terhadap sumber – sumber informasi Post Operasi a. Nyeri b/d injuri fisik ( pasca insisi pembedahan ) b. Ansietas b/d perubahan status kesehatan setelah operasi. c. Resiko infeksi dengan factor resiko tindakan invasive, pembedahan dan perawatan luka operasi yang tidak adekuat . d. Resiko cidera dengan faktor resiko eksternal (Malnutrisi) Asuhan keperawatan Pre Operasi No Diagnosa keperawatan NOC NIC 1 Nyeri b/d injuri biologis a. Tingkat kenyamanan b. Perilaku mengendalikan nyeri c. Tingkat nyeri Kriteria Evaluasi : a. Menunjukkan teknik relaksasi secara individual b. Melaporkan nyeri pada perawatan kesehatan c. Menggunakan tindakan nyeri dengan penggunan analgesic dan non analgesik secara tepat a. Pemberian analgesic b. Penalaksanaan nyeri c. Sedasi sadar. Aktivitas Keperawatan : a. Gunakan laporan pasien sendiri sebagai pilihan untuk mengumpulkan data pengakajian b. Minta pasien untuk menilai nyeri ( 0 – 10 ) c. Observasi ketidaknyamanan isyarat nonverbal d. Mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi. 2 Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum a. Daya tahan b. Penghematan energy c. Perawatan diri: aktivitas kehidupan sehari-hari Kriteria evaluasi a. Pasien akan mentoleransi aktivitas b. Menunjukkan penghematan energy c. Menyeimbangkan atktivitas dan istirahat a. Terapi aktivitas b. Pengelolaan energy Aktivitas keperawatan: a. Kaji respon emosi, social dan spiritual terhadap aktivitas b. Tentukan penyebab keletihan c. Pantau/dokumentasikan pola istirahat dan lamanya waktu tidur d. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber-sumber energi 3 Ansietas b/d perubahan status kesehatan setelah a. Kontrol ansietas b. Koping c. Kontrol impuls Kriteria Evaluasi : a. Mengidentifikasi gejala yang merupakan indicator ansietas b. Tidak menunjukkan tindakan dan perilaku agresif c. Mengomunikasikan kebutuhan dan perasaan negative secara tepat. a. Pengurangan ansietas Aktivitas keperawatan : a. Kaji dan dokumentasi tingkat ansietasnya b. Instruksikan kepada pasien mengenai teknik relaksasi c. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang biasanya dirasakan selama prosedur. 4 Defisit pengetahuan b/d kurangnya pemahaman terhadap sumber-sumber informasi a. Pengetahuan : proses penyakit Kriteria evaluasi: a. Menunjukkan pengetahuan: proses penyakit kista ovarium b. Mampu mengulang kembali informasi yang diberikan a. Pengajaran, proses penyakit Aktivitas keperawatan: a. Cek keakuratan umpan balik dari klien b. Tentukan kebutuhan pengajaran klien c. Lakukan penilaian tingkat pengetahuan klien d. Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahamannya Asuhan Keperawatan Post Operasi No Diagnosa Keperawatan NOC NIC 1 Nyeri b/d injuri fisik ( pasca insisi pembedahan ) a. Tingkat kenyamanan b. Perilaku mengendalikan nyeri c. Tingkat nyeri Kriteria Evaluasi : a. Menunjukkan teknik relaksasi secara individual b. Melaporkan nyeri pada perawatan kesehatan c. Menggunakan tindakan nyeri dengan penggunan analgesic dan nonanalgesik secara tepat a. Pemberian analgesic b. Penalaksanaan nyeri c. Sedasi sadar. Aktivitas Keperawatan : a. Gunakan laporan pasien sendiri sebagai pilihan untuk mengumpulkan data pengakajian b. Minta pasien untuk menilai nyeri ( 0 – 10 ) c. Observasi ketidaknyamanan isyarat nonverbal d. Mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi. 2 Ansietas b/d perubahan status kesehatan setelah operasi. a. Kontrol ansietas b. Koping c. Kontrol impuls Kriteria Evaluasi : a. Mengidentifikasi gejala yang merupakan indicator ansietas b. Tidak menunjukkan tindakan dan perilaku agresif c. Mengomunikasikan kebutuhan dan perasaan negative secara tepat. a. Pengurangan ansietas Aktivitas keperawatan : a. Kaji dan dokumentasi tingkat ansietasnya b. Instruksikan kepada pasien mengenai teknik relaksasi c. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang biasanya dirasakan selama prosedur. 3 Resiko infeksi dengan factor resiko tindakan invasive, pembedahan dan perawatan luka operasi yang tidak adekuat . a. Status imun b. Pengetahuan : pengendalian infeksi c. Pengendalian resiko d. Deteksi resiko Kriteria evaluasi : a. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi b. Menunjukkan hygiene pribadi yang adekuat c. Melaporkan tanda dean gejala infeksi serta mengikuti prosedur pemantauan a. Pengendalian infeksi b. Perlindungan terhadap infeksi. Aktivitas keperawatan : a. Pantau tanda dan gejala infeksi b. Kaji factor yang meningkatkan serangan Infeksi c. Lakukan perawatan luka yang benar dan hygiene. 4 Resiko cidera dengan faktor resiko eksternal (Malnutrisi) a. Pengendalian resiko b. Perilaku keamanan : pencegahan jatuh. Kriteria Evaluasi : a. Mempersiapkan lingkungan yang aman b. Mengidentifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cidera. c. Menghindari cidera fisik d. Memberi perawatan yang baik dan kontak social lainnya. a. Mencegah jatuh Aktivitas keperawatan : a. Berikan materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk mencegah cidera. b. Berikan informasi mengenai bahaya lingkungan dan karakteristiknya. c. Tempatkan bel atau lampu panggil pada tempat yang mudah dijangkau pasien yang bergantung pada setiap waktu. d. Jauhi bahaya lingkungan e. Bantu pasien dalam bergerak kalau diperlukan DAFTAR PUSTAKA Sarwono P. ( 1999). Ilmu Kandungan, Yayasan bina pustaka, edisi 2, Jakarta. Mansjoer, Arif.1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta; Media Aesculapius. FKUI Mohtar Rustam. 1999. Sinopsis Obstetris, Obstetri Fisiologis, Obstetri Patologi Edisi 2. Jakarta; EGC. Prawirto Hardjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kandungan Edisi 2. Jakarta; Yayasan Bina Pustaka. http://hasgurstika.blogspot.com/2011/02/askep-kista-ovarium.html http://healthreference-ilham.blogspot.com/2008/07/kondas-kista ovarium.html

Laporan Pendahuluan KPD (Ketuban Pecah Dini)

A. Pengertian KPD Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda-tanda persalinan (Manuaba, 1998). Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai (William,2001). Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm. (saifudin,2002) Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks. (Sarwono Prawiroharjo, 2002) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (Sarwono Prawirohardjo, 2005) B. Etiologi KPD Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah: 1. Infeksi Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. 2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage). 3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi. 4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah. 5. Keadaan sosial ekonomi 6. Faktor lain a. Faktor golonngan darah b. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban. c. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu. d. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum. e. Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C). C. Faktor Resiko Faktor risiko ketuban pecah dini persalinan preterm 1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%) 2. riwayat persalinan preterm sebelumnya 3. perdarahan pervaginam 4. pH vagina di atas 4.5 5. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban. 6. flora vagina abnormal 7. fibronectin > 50 ng/ml 8. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm 9. Inkompetensi serviks (leher rahim) 10. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih) 11. Riwayat KPD sebelumya 12. Trauma 13. servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu 14. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis Faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm 1. iatrogenik : hygiene kurang (terutama), tindakan traumatic 2. maternal : penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis, pre-eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi intraamnion subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks, servisitis/vaginitis akut, Ketuban Pecah pada usia kehamilan preterm. 3. fetal : malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, kematian janin. 4. cairan amnion : oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban pecah pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik. 5. placenta : solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau lebih), sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia. 6. uterus : malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis, aktifitas uterus idiopatik Menurut Taylor menyelidiki bahwa ada hubungan dengan hal-hal berikut : - Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini. - Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban ) - Infeksi ( amnionitis atau korioamnionitis ) - Factor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara, malposisi, disproporsi, cervix incompetent dan lain-lain. - Ketuban pecah dini artificial ( amniotomi ), dimana ketuban dipecahkan terlalu dini. D. Patofisiologi Kantung ketuban adalah sebuah kantung berdinding tipis yang berisi cairan dan janin selama masa kehamilan. Dinding kantung ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama disebut amnion, terdapat di sebelah dalam. Sedangkan, bagian kedua, yang terdapat di sebelah luar disebut chorion. Cairan ketuban adalah cairan yang ada di dalam kantung amnion. Cairan ketuban ini terdiri dari 98 persen air dan sisanya garam anorganik serta bahan organik. Cairan ini dihasilkan selaput ketuban dan diduga dibentuk oleh sel-sel amnion, ditambah air kencing janin, serta cairan otak pada anensefalus. Pada ibu hamil, jumlah cairan ketuban ini beragam. Normalnya antara 1 liter sampai 1,5 liter. Namun bisa juga kurang dari jumlah tersebut atau lebih hingga mencapai 3-5 liter. Diperkirakan janin menelan lebih kurang 8-10 cc air ketuban atau 1 persen dari seluruh volume dalam tiap jam. Manfaat air ketuban Pada ibu hamil, air ketuban ini berguna untuk mempertahankan atau memberikan perlindungan terhadap bayi dari benturan yang diakibatkan oleh ‘lingkungannya’ di luar rahim. Selain itu air ketuban bisa membuat janin bergerak dengan bebas ke segala arah. Tak hanya itu, manfaat lain dari air ketuban ini adalah untuk mendeteksi jenis kelamin, memerikasa kematangan paru-paru janin, golongan darah serta rhesus, dan kelainan kongenital (bawaan), susunan genetiknya, dan sebagainya. Caranya yaitu dengan mengambil cairan ketuban melalui alat yang dimasukkan melalui dinding perut ibu. Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut : - Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. - Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Patofisiologi Pada infeksi intrapartum : - ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar. - infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion. - mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). - tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi. E. Pathway F. Tanda dan Gejala Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi. G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan dengan kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari vagina adalah 4 - 4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1 - 7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni. 1. Ultrasonografi Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis. 2. Amniosintesis Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin. 3. Pemantauan janin Membantu dalam mengevaluasi janin 4. ProteinC-reaktif Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis H. Penatalaksaan Konservatif 1) Rawat rumah sakit dengan tirah baring. 2) Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin. 3) Umur kehamilan kurang 37 minggu. 4) Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari. 5) Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin. 6) Jangan melakukan periksaan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan. 7) Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin. 8) Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan. Aktif Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan. 1) Induksi atau akselerasi persalinan. 2) Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami kegagalan. 3) Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat ditemukan. I. Komplikasi 1) infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin. 2) persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm. 3) prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang). 4) oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis. Komplikasi infeksi intrapartum - komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia), sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu. - komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin. J. Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul 1) Risiko infeksi NOC: Status imun: Keadekuatan alami yang didapat dan secara tepat ditujukan untuk menahan antigen-antigen internal maupun eksternal. Pengetahuan: Pengendalian Infeksi: tingkat pemahaman mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi. Pengendalian resiko: tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman kesehatan akual, pribadi, serta dapat dimodifikasi. Deteksi Resiko: indakan yang dilakukan untuk mengidentifikasi ancaman kesehatan seseorang. Tujuan/Kriteria Evaluasi: - Fakto resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh keadekuatan status imun pasien. - Pasien menunjukkan Pengendalian Risiko. NIC: Pemberian Imunisasi/Vaksinasi: Pemberian imunisasi untuk mencegah penyakit menuar. Pengendalian Infeksi: Meminimalkan penularan agen infeksius. Perlindungan terhadap Infeksi: Mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien yang berisiko. Aktivitas Keperawatan: - Pantau tanda gejala infeksi - Kaji factor yang meningkatkan serangan infeksi - Patau hasil laboratorium - Amati penampilan praktik hygiene pribadi untuk perlindungan terhadap infeksi - Aktivitas Kolaboratif: Berikan terapi antibiotic, bila diperlukan. 2) Ansietas b.d Perubahan dalam: status kesehatan NOC: Kontrol Agresi: Kemampuan untuk menahan perilaku kekerasan, kekacauan, atau perilaku destruktif pada orang lain. Kontrol Ansietas: Kemampuan untuk menghilangkan atau mengurangi perasaan khawatir dan tegang dari suatu sumber yang tidak dapat diidentifikasi. Koping: Tindakan untuk mengatasi stressor yang membebani sumber-sumber individu. Kontrol Impuls: Kemampuan untuk menahan diri dari perilaku kompulsif atau impulsive. Penahanan Mutilasi Diri: Kemampuan untuk berhenti dari tindakan yang mengakibatkan cedera diri sendiri (non-letal) yang tidak diperhatikan. Keterampilan Interaksi Sosial: Penggunaan diri untuk melakukan interaksi yang efektif. Tuuan/Kriteria Hasil: - Ansietas berkurang - Menunjukkan Kontrol Ansietas NIC: Pengurangan Ansietas: Minimalkan kekhawatiran, ketakutan, berprasangka atau rasa gelisah yang dikaitkan dengan sumber bahaya yang tidak dapat diidentifikasi dari bahaya yang dapat diantisipasi. Aktivitas Keperawatan: - Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien secara berkala - Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pada pasien. - Aktivitas Kolaboratif: Berikan pengobatan untuk mengurangi ansietas, sesuai dengan kebutuhan. 3) Defisiensi Pengetahuan b.d keterbatasan kognitif NOC: Pengetahuan: Pengendalian infeksi : tingkat pemahaman pada apa yang disampaikan. Tujuan/Kriterioa Hasil: - Menunjukkan pengetahuan: Pengendalian Infeksi: dibuktikan dengan indicator 1-5: tidak ada, terbatas, cukup, banyak, atau luas. - Mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi menurut penanganan yang dianjurkan. NIC: Panduan Sistem Kesehatan: memfasilitasi daerah pasien dan penggunaan layanan kesehatan yang tepat. Pengajaran, Proses Penyakit: Membantu pasien dalam memahami informasi yang berhubungan dengan proses timbulnya penyakit secara khusus. Pengajaran, Individu: Perencanaan, implementasi, dan evaluasi penyusunan program pengajaran yang dirancang uuntuk kebutuhan khusus pasien. Aktivitas Keperawatan: - Tentukan kebutuhan pengajaran pasien - Lakukan penilaian tingkat pengetahuan pasien dan pahami isinya - Tentukan kemampuan pasien untuk mempelajari informasi khusus - Berinteraksi kepada pasien dengan cara yang tidak menghakimi untuk memfasilitasi pengajaran 4) Nyeri akut b.d agen cidera (biologis) NOC: - Tingkat kenyamanan perasaan senang secara fisik & psikologis - Prilaku mengendalikan nyeri - Nyeri: efek merusak terhadap emosi dan prilaku yang diamati - Tingkat nyeri: jumlah nyeri yang dilaporkan Kriteria evaluasi: - Menunjukkan nyeri efek merusak dengan skala 1-5: ekstrim, berat, sedang, ringan, atau tidak ada - Menunjukkan teknik relaksasi secara individu yang efektif - Mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri. NIC: - Pemberian analgesik - Sedasi sadar - Penatalaksanaan nyeri - Bantuan Analgesika yang Dikendalikan oleh Pasien Aktivitas keperawatan: - Minta pasien untuk menilai nyeri/ketidak nyamanan pada skala 0 sampai 10 - Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif - Observasi isyarat ketidak nyamanan nonverbal DAFTAR PUSTAKA Herdman, Heather T. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC. Allih bahasa: Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Etsu Tiar. Wilkinson, M. Judith. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7. Jakarta : EGC. Prawirohajo, sarwono. 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT bina pustaka. Manjoer, arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Aesculapius.